Setelah menikah aku kembali ke alma materku. Fakultasku memanggil aku kembali dan menawarkan pekerjaan sebagi dosen salah satu mata kuliah. Ketika masih mahasiswa, nilaiku untuk matakuliah tersebut selalu A. Akupun selalu mendapatkan nilai yan baik selama menjadi mahasiswa. GPA ku selalu diatas 3,5. Dosenku, ketika itu, yang memberi rekomendasi kepada fakultas untuk menawarkan pekerjaan sebagai dosen supaya fakultas bisa membuka kelas kedua untuk mata kuliah tersebut, sehingga ada pilihan bagi para mahasiswa, terutama mahasiswa yang statusnya sudah karyawan. Aku sangat senang mendapat tawaran tersebut. Dosen seniorku diawal memberi bimbingan mengenai bagaimana menyusun rencana kuliah untuk satu semester, bagaimana membuat materi yang akan diajarkan di kelas, bagaimana menggunakan kasus2 sebagai pelengkap kuliah. Aku dengan mudah mencerna bimbingan tersebut, dan aku memilih menggunakan kasus saja dalam membawakan kuliah. Mahasiswaku yang sebagian besar orang kantoran mendapat tugas membaca buku text dan memecahkan kasus berdasarkan bacaan yang ada di buku text. Di kelas aku hanya menjadi fasilitator diskusi sehingga para mahasiswa kuajak untuk menemukan sendiri insight apa yang menjadi pelajaran hari ini. Walaupun aku merupakan dosen baru, para mahasiswa menyukai pola diskusi kasus semacam ini, maklumlah mereka sudah bekerja sehingga lebih menyukai pendekatan kuliah yang praktis, walaupun menggunakan kasus.
Ada seorang mahasiswa yang menarik perhatianku, namanya Rudi. Dia telah bekerja selama 5 tahun dan ingin meneruskan kuliahnya yang terputus beberapa tahun yang lalu karena kesulitan biaya. Orangnya lebih tua dari aku beberapa tahun, ganteng dan badannya tegap, tipeku bangets. Kami cepat menjadi akrab, walaupun ngobrol dengan Rudi hanya kulakukan di kampus sebelum atau setelah jam pelajaranku usai. Memang kuliahku berlangsung sore hari, hari Jumat sampai Minggu. Jumat sore hari, Sabtu dan Minggu the whole day.
Bermula pada suatu siang ketika aku melakukan bimbingan suatu tugas akhir. Rudi menjadi salah satu mahasiswa yang menjadi bimbinganku. Karena memang waktunya untuk belajar yang terbatas, aku banyak membantunya dengan memberikan referensi atau fotocopy materi yang bisa dipakainya untuk mengerjakan tugas akhirnya. Hari Minggu itu setelah kuliah selesai, Rudi bertanya, “Bu Sintia, apakah saya boleh berkunjung ke rumah”. Aku menanyakan untuk apa, dia menjawab untuk mengenalku lebih jauh. Suamiku memang sedang tidak berada di rumah, sehingga aku ok kan saja permintaannya. Malamnya dia datang. Rumahku ada di sebuah kompleks perumahan yang sepi dan tenang. Suamiku memang seorang yang sangat workaholic, sehingga waktunya habis hanya untuk ngurusin bisnisnya saja, aku hampir tidak mendapat perhatian darinya, termasuk urusan ranjang. Makanya ketika Rudi minta ijin berkunjung, aku menjadi berdebar2. Aku jadi membayangkan apakah Rudi bisa memuaskan kebutuhan yang praktis tidak terpenuhi oleh suamiku. Napsuku menjkadi berkobar dengan sendirinya.
Malamnya Rudi datang. “Aku kira gak jadi dateng Rud”, sapaku. “Iya Sin, bolehkan aku manggil Sintia, kan gak di kampus”, jawabnya. “Oh boleh aja, biar lebih akrab kan. Kalo dikampus karena urusannya formal jadi kaku karena gak bisa langsung manggil nama”. “Oh, kamu mau akrab2an dengan aku ya, suami kamu dimana?” “Suamiku sibuk dengan kerjaannya, dia sering sekali keluar kota, bahkan keluar negeri untuk urusan bisnisnya”. “Asik dong, kamu kan bisa ikutan, suami kerja kamu shopping”. “Gak pernah tuh aku diajak”. “Kacian deh kamu, kesepian dong jadinya”. Kami ngobrol ngalor ngidul saja, suasana menjadi sangat akrab. “Rud, aku boleh minta tolong gak?” “Minta tolong apa, kalo aku bisa ya kenapa enggak”. “Slot lemari pakaian di kamarku rusak, bisa minta tolong diperbaiki?” “Aku liat dulu deh, gak apa nih aku masuk kamar kamu”. Kemudian aku mengajaknya naik ke lantai dua, ke kamarku. Kamarku wangi dengan penataan interior yang indah. Dia tersenyum ketika melihat sebagian isi lemari pakaianku. Lingerie ku didominasi warna hitam. Aku hanya tersenyum melihat dia “terkesan” menyaksikan tumpukan lingerie ku. Dengan serius diperbaikinya slot pintu lemari yang rusak. Aku keluar meninggalkannya sendirian di kamar. Napsuku berkobar sejak kedatangannya, pikiranku penuh dengan angan2 mereguk kenikmatan bersama Rudi. Sesaat kemudian pekerjaannya selesai. Saat itu aku masuk. Aku melap peluh di dahiku dengan lembut. AC di kamar memang dimatikan, sehingga udara gerah. “Panas Rud? Biar AC-nya kuhidupkan”, begitu kataku sambil menghidupkan AC. Rudi kaget juga dengan perlakuanku seperti itu. Saat kekagetannya belum hilang, aku kembali melap keringat di dahinya sambil mendekatkan wajahku ke wajahnya. Bahkan kemudian aku mendekatkan bibirku ke bibirnya. Sesaat kemudian kusadari bibirnya dengan lembut telah melumat bibirku. Kedua tangannya dilingkarkan ke leherku.
Lalu dia pelan-pelan membuka satu persatu kancing blusku. Akupun dengan pelan-pelan pula membuka kancing kemejanya. Setelah kemejanya lepas, aku menarik resliting jeansnya. Begitu pula yang dia lakukan dnegan rokku, ditariknya resliting yang mengunci rokku. Kemudian ia melepaskan bibirnya dari bibirku dan membelalak menatap keindahan yang ada didepan matanya. Rokku sudah meluncur ke lantai meninggalkan bodiku dengan kulit putih, bersih dan segar, menyusul blusku yang sudah terlepas terlebih dahulu. Langsing, meskipun tidak terlalu tinggi. Kaki dan tanganku ditumbuhi bulu-bulu halus, cukup lebat, kontras dengan kulitku yang putih itu. Toketku yang besar terlihat kencang dibungkus bra hitam berenda. Dia melihat ke bawah, dia semakin dibuat terkesan. Di balik cd minim yang juga berwarna hitam berenda yang indah, tersembul bukit nonokku yang menggairahkan. Di tepi renda itu, tampak sebagian jembutku yang lebat yang menyembul.
Aku juga tersenyum menatap lonjoran tegang di balik cdnya. Kuelus dengan lembut lonjoran itu. Diapun membalasnya dengan mengelus bukit nonokku. Aku memejam sesaat dengan erangan yang pelan ketika dia menyentuh daging kecil di tengah bukit itu. Ia kemudian kembali melumat bibirku dengan lembut. Dilanjutkan dengan menyelusuri leherku dengan bibirnya. Napasnya membelai kulit leherku sehingga terasa geli namun nikmat. Kadang-kadang ia menggigit leherku namun rupanya ia tidak ingin meninggalkan bekas. Ia kemudian turun ke dadaku dan mempermainkan pentilku dengan mulutnya, yang membuat aliran darahku dialiri perasaan geli tapi nikmat.
Aku tidak dapat menahan diriku lagi. Aku menatap batang yang tersembunyi di balik cdnya, yang juga berwarna hitam. Aku mempermainkannya dari luar. Terasa besar, panjang dan keras sekali. Dengan tidak sabar aku kemudian menarik cdnya. Aku terbelalak ketika menyaksikan kontolnya yang tegak dan kencang, panjangnya hampir menyentuh pusarnya. Kugenggam, jari telunjukku gak bisa menyentuh ibu jariku saking besarnya. Kemudian aku mengulum kontolnya. Mulutku penuh dengan kontolnya, padahal hanya kepalanya yang masuk, kebayang kan gimana rasanya kalo kontol besar itu menyesaki nonokku, langsung saja nonokku banjir dengan lendir kenikmatanku. Napsuku sudah benar2 memuncak. Sambil mengulum kepalanya, aku mengocok2 batangnya yang keras sekali. Dia melenguh panjang pendek, menikmati apa yang aku lakukan pada kontolnya.
Rupanya diapun ingin meneruskan aksinya yang terputus karena aku menelanjanginya. Dia menarik kontolnya dari mulut lembutku. Gilirannya yang ingin membuat aku terbang ke awang awang. Dibukanya bra yang menutupi toketku. Dia pun kembali terbelalak memandangi toketku yang bediri dengan tegak. Di sekitar puncak toketku, di sekitar pentilku yang merah kecoklatan, tumbuh bulu-bulu halus. Tapi dia tidak memulainya dari situ. Dia hanya mengelus pentilku sebentar. Itupun sudah membuat aku mendesah2 keenakan. Dia mulai dari leherku. Kulit leherku yang halus licin seperti porselen dan wangi disusuri dengan bibirnya yang hangat. Aku mendesah terpatah-patah. Apalagi ketika dia mulai memijit lembut toketku dan kadang-kadang memelintir pelan pentilku yang merah kecoklat-coklatan. Kurasakan semakin lama pentilku itu pun semakin keras dan kencang. Setelah puas menyusuri leherku, dia turun ke dadaku. Dan segera dilahap nya pentilku yang menonjol merah coklat itu. Aku menjerit pelan. Disedotnya pentilku itu dengan lembut. Mulutnya kemudian berpindah ke toket satunya. Sementara itu dia meremas2 dengan gemas toket yang satunya. Puas dengan toketku dia menyusuri kulitku terus kebawah. Aku menjadi menggelinjang kegelian, terutama ketika dia menciumi puserku. Dia rupanya tidak ingin langsung menuju ke sasaran. Maka dari luar cdku, dia menjelajahi bukit nonokku dengan lidah, bibir dan kadang-kadang dengan jari-jemarinya. Disedotnya dengan nikmat bau khas yang keluar dari nonokku. Setelah cukup puas, baru ditariknya cdku pelan-pelan. Dia tersentak menyaksikan apa yang dilihatnya. Bukit nonokku ditumbuhi jembut yang lebat. “Sin, jembut kamu lebat sekali. Memang temen2 suka becanda ngomongin kamu, luar kota aja rame apalagi dalem kotanya. Bulu di tempat yang terbuka saja subur, apalagi bulu di tempat yang tersembunyi”. Aku diem saja mendengar gurauannya. Aku sedang menikmati apa yang sedang dia lakukan. Dia segera menenggelamkan diri di situ, di hutan jembutku. Lidahnya segera menyusuri jembutku dan kemudian melanjutkannya pada nonokku. Aku menjerit kecil ketika lidahnya menancap di nonokku. Dan jeritan kecil itu kemudian disusul jeritan dan erangan patah-patah yang terus menerus serta gerakan-gerakan serupa cacing kepanasan. Aku memang kepanasan oleh gairah yang membakarku. Jeritanku membuat dia makin bernapsu menguras lendir kenikmatan dinonokku. Kadang-kadang lidahnya ditancapkan di tonjolan kecil di atas nonokku. Di itilku. Makin santerlah erangan-erangan ku dan aku makin menggelinjang.
Aku sudah tidak bisa menahan napsuku lebih lama lagi. Aku melepaskan nonokku dari jilatannya. Aku menarik sebuah bangku rias kecil yang tadi menjadi ganjal kakiku untuk mengangkang. Dia kuminta duduk di bangku itu. Begitu dia duduk, aku kembali memagut kontolnya dengan mulutku secara lembut. Tapi itu tidak lama, karena aku kemudian memegang kontolnya dan membimbingnya masuk ke dalam nonokku dan aku duduk di atas pangkuannya. Begitu kontolnya amblas ke dalam nonokku, aku menjerit kecil saking nikmatnya. Terasa sekali kontolnya yang besar dan keras itu menyeruak menembus nonokku yang biasanya cuma dilewati kontol suamiku yang kecil, itupun jarang dilakukannya. Aku memegangi pundaknya dan menggerakkan pinggulku dengan gerakan serupa spiral. Naik turun dan memutar dengan pelan tapi bertenaga. Suara gesekan pemukaan kontolnya dengan selaput lendir nonokku menimbulkan suara kerenyit-kerenyit yang indah sehingga menimbukan sensasi tambahan ke otakku. Demikian juga dengan gesekan jembutnya yang lebat dengan jembutku yang juga lebat. Suara-suara erangan dan desahan napas yang terpatah-patah, suara gesekan kontol dan selaput lendir nonokku serta suara gesekan jembut kami berbaur dengan suara lagu mistis Sarah Brightman dari CD yang kuputar. Aku memang sengaja mengiringi permainan cinta kami dengan lagu-lagu seperti itu. Apalagi lampu di kamar juga remang-remang setelah aku tadi mematikan lampu yang terang. Dia tidak membiarkan toketku yang ikut bergerak sesuai dengan gerakan tubuhku. Mataku kadang yang terpejam kadang terbuka dan sorot mataku sayu karena rasa nikmat luar biasa yang sedang menggesek nonokku. Kenikmatan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Sampe akhirnya, “Ah.. Aku.. Aku nyampe, Rud!” Sesaat aku terdiam sambil menengadahkan wajahku ke atas, tapi mataku masih terpejam. Sebisa mungkin aku terus menggoyangkan pinggulku agar bisa merasakan kenikmatan yang maksimal. Selain meremas toketku, tangannya disusupkan di selangkanganku dan mencari itil di atas lubang nonokku, yang dipenuhi oleh kontolnya. Otot nonokku seakan mencengkeram dengan kuat otot kontolnya, tapi sejauh ini dia tidak merasakan tanda-tanda mau ngecret.
Tubuhku tetap naik turun perlahan-lahan, menelan seluruh kontolnya. Selanjutnya aku kembali bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak. Pinggulku bergerak turun naik. “Ouugghh.. Sin, luar biasa!” jeritnya merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Dia mencengkeram kedua toketku, diremas dan dipilin-pilin. Wajahnya dibenamkan ke dadaku. Menciumi pentilku. Dihisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk dengan pinggulku. Dia menggoyangkan pantatnya. Tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak selang beberapa detik kemudian, aku merasakan desakan seperti tadi. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang panjang. Tubuhku menghentak-hentak liar. Akhirnya, aku tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak berteriak, “Ah.. Ah.. Ini yang kedua.. Rud, aku nyampe.. Uhh!”
“Rud kamu kuat banget, aku udah dua kali nyampe kamu belum ngecret juga. Pindah ke ranjang yuk Rud”. Dia mengangkatku ke ranjang, tanpa melepaskan kontolnya yang masih menancap di lubang nonokku. Maka begitu aku telentang di ranjang, dia masih ada di atasku. Kontolnya pun masih masuk penuh di dalam nonokku. Kami melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Kini dia berada di atas, maka dia lebih bebas bermanuver. “Pelan aja Rud, aku masih pengen ngerasain nyampe lagi”, kataku. Kini gerakannya pelan dan lembut memenuhi permintaanku. Erangan dan desahan patah-patahku kembali terdengar. Aku menarik punggungnya agar dia lebih dekat ke badanku. Dadanya bergesekan dengan toketku menambah kenikmatan yang sedang kurasakan. Dia melumat bibir merahku yang menganga, sehingga jeritanku agak bekurang karena kami sibuk saling melumat bibir. Aku melenguh merasakan desakan kontolnya yang besar itu. Aku sampai menahan nafas saat kontolnya terasa mentok di dalam, seluruh kontolnya amblas di dalam. Dia terus menggerakkan pinggulnya pelan2. Enjotan makin berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam nonokku membuat kontolnya keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama enjotannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakannya sudah tidak beraturan, enjotannya mencapai bagian-bagian peka di nonokku. Aku bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Kontolnya menjejali penuh seluruh nonokku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan kontolnya sangat terasa di seluruh dinding nonokku. Aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Aku mengakui keperkasaan dan kelihaiannya di atas ranjang. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga ngentot dengannya. Dia bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitiveku. Aku meregang tak kuasa menahan kenikmatan, sementara dia dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras. Melihat reaksiku, dia mempercepat gerakanku. Kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhku sudah basah bermandikan keringat. Dia pun demikian. Aku meraih tubuhnya untuk kudekap. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga dia menindih tubuhku dengan erat. Aku membenamkan wajahku disamping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai pantatnya dan menekan kuat-kuat. Aku meregang. Tubuhku mengejang-ngejang. “Rud…”, hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. Dia menciumi wajah dan bibirku. “Aku.. Ah.. Aku.. Uh.. Yang ketiga.. Aku nyampe lagi, Rud.. Ahh”. Setelah jeritan panjang itu, mataku terbuka. Aku berbisik terengah-engah. “Aku.. Aku.. Sudah cukup, Rud. Saatnya untuk kamu”.
Dia tahu yang aku maksudkan, kontolnya mulai lagi menggesek nonokku. Pinggulnya menghunjam-hunjam dengan cepat mengeluar masukkan kontolnya yang tegang. Aku memeluk punggungnya dengan kuat, kukuku terasa menembus kulitnya. Dia merintih dan memekik kesakitan. Beberapa kali dia sempat menggigit bibirku. Dia merasakan betapa nonokku yang hangat dan lembut itu menjepit sangat ketat kontolnya. Ketika ditarik keluar terasa daging nonokku seolah mencengkeram kuat kontolnya, sehingga terasa ikut keluar. “Sin, aku nggak tahan lagi nih aahhgghghh”, bisiknya. “Peju ku mau keluar”. “Keluarin didalem aja Rud, biar lebih nikmat”, jawabku. Dan akhirnya pejunya ngecret di nonokku. Kami pun berpelukan puas. Setelah itu, aku memintanya untuk tetap berada di atas tubuhku barang sesaat. Dengan lembut ia menciumi bibirku dan tangannya mengusap-usap pentilku. Sensasi yang kurasakan luar biasa.
Setelah cukup istirahat dia menarik kontolnya yang sebenarnya masih sedikit tegang dari lubang nonokku. Wajahku berkeringat dan anak rambutnya satu dua menempel di dahiku. Kami kemudian pergi ke kamar mandi. “Sin, kamu justru kelihatan cantik setelah ngentot”. Aku hanya tertawa.”Memang setelah ngentot denganmu tadi, seluruh pori-poriku seperti terbuka. Aku capai tapi merasa segar”, jawabku dengan berbinar-binar. Di bawah shower, kami membersihkan diri dengan mandi bersama-sama. Kadang-kadang kami saling membersihkan satu sama lain. Aku membersihkan kontolnya dengan sabun dan dia membersihkan sekitar nonokku juga. Aku tertawa geli saat dia dengan halus mengusap-usap nonokku yang berjembut lebat itu.
Setelah itu, kami duduk-duduk saja di sofa di depan TV, bertelanjang bulat. Kami menonton TV, sambil mengobrol dan menikmati kopi panas. “Kamu tadi luar biasa, Rud.” kataku memuji. “Aku sampai nyampe tiga kali kamu baru ngecret. Nikmat banget deh”. Ia hanya tersenyum. Kami mengobrol sampai malam. “Menginap di sini saja, Rud. Ini sudah malam. Besok pagi-pagi sekali kamu bisa pulang.” Setelah berpikir sejenak dia mengiyakan saranku. “Kalau begitu masukkan saja motormu di garasi” kataku sambil memberikan kunci garasi. Dia mengenakan pakaiannya, turun untuk memasukkan motor tigernya ke garasi seperti yang kusarankan. Ketika dia naik kembali ke atas, aku sudah menyiapkan kopi tambahan. “Kopinya tambah lagi, Rud?” tanyaku. Dia mengiyakan saja. Kami kembali mengobrol. Aku kemudian menatapnya lama, sambil bertanya, “Kau tidak capek, Rud?”. “Tidak”, jawabnya.
Sekali lagi aku menatapnya lama lalu tangannya merangkul leherku dan sesaat kemudian ia telah melumat bibirku kembali dengan lembut. Dia segera meraba toketku. Ia masih melumat bibirku saat tanganku pelan-pelan membuka kancing kemejanya dan kemudian melanjutkannya dengan menarik resliting celananya.Dia tinggal mengenakan cd. Kemudian dia menyambar toketku. Semakin lama, seiring dengan jeritan kecilku yang terpatah-patah, toketku semakin kenyal dan mengeras. Aku menarik cdnya. Sejenak kemudian aku telah mengulum kontolnya yang sejak tadi juga sudah tegang dan keras. Tapi yang kulakukannya tidak lama. Aku memintanya untuk tidur telentang di sofa. Lalu aku telungkup di atasnya membelakanginya. Nonokku yang sudah mulai basah berlendir dan kelihatan merah kudekatkan ke mulutnya. Aku segera menangkap kontolnya yang berdiri tegak dan mengulumnya. Maka kami bedua saling mengulum, saling menjilati dan saling menyedot. Kadang-kadang aku berhenti melakukan aksiku karena rasa nikmat yang luar biasa ketika lubang nonokku yang merah segar serta itilku dimainkan dengan mulut dan lidahnya. Akupun mendesah mengerang terpatah-patah.
Aku sudah ingin menuntaskan permainan kedua ini. Aku menggeser pinggulku dan menggeser menuju kontolnya yang semakin lama semakin keras. Aku menangkap kontolnya dan membimbingnya memasuki nonokku. Dengan masih membelakanginya, aku menggoyang pinggulku dengan lembut. Tapi sesaat kemudian, aku berbalik menghadapnya. Gerakanku saat aku berbalik menimbukan gesekan pada kontolnya yang luar biasa. Membuat sensasi yang semakin nikmat. Maka dengan menghadap dia aku melanjutkan gerakan spiral pinggulku. Naik turun, maju mundur dan memutar. Dia juga berusaha menggerakkan pinggulnya agar menimbulkan sensasi yang lebih nikmat. Maka semakin santerlah erangan dan desahan dari mulutku yang terbuka, sambil mataki terpejam. Suara-suara itu beriringan dengan lagu Deep Forest dari CD yang terus mengalun mistis. Tangannya yang semula memegangi pinggulku menggeser keatas mempermainkan toketku yang bergoyang-goyang mengikuti gerakan pinggulnya. Dielus dan dipelintirnya kedua pentilku yang coklat kemerahan. Sekian lama kemudian aku menjerit sambil meracau..”Uhh.. Uhh.. Aku nympe lagi, Rud.. Ah.. Ahh..”
Setelah aku menjerit panjang karena nyampe, aku menelungkup dengan beralaskan bantal sofa, dengan kedua kakiku mengangkang terbuka, sehingga belahan nonokku yang indah, merah dan basah berlendir tampak sangat menggairahkan. Aku memintanya juga untuk menelungkup di atasku. Dengan kedua tangannya yang memegangi kedua toketku sekaligus sebagai penahan berat badannya, dia menelungkup di atasku. Dan disodokkannya dengan lembut kontolnya yang masih tegang dan keras ke lubang nonokku dari arah belakang. Kini dia yang harus lebih aktif menggerakkan pinggulnya maju mundur, naik turun. Aku masih terus mengerang dan mendesah terpatah-patah dengan mata yang terpejam. Tangannya juga tetap aktif mempermainkan toket dan pentilku. Mulutnya menelusuri leherku yang jenjang dan halus. Dia juga merasa bahwa lahar panasnya akan meledak. “Uhh.. Ahh sebentar lagi.. Sebentar lagi hampir..!”, katanya terbata-bata. “Uhh.. Uhh.. Aku juga, Rud. Jangan kau cabut kontolmu. Kita sama-sama.. Ahh.. Ahh”. Sesaat kemudian kami sama-sama menjerit kecil, menandai puncak kenikmatan yang kami capai bersamaan. Seperti sebelumnya, aku memintanya untuk tidak segera mencabut kontolnya. Mataku masih terpejam menikmati, dia juga masih mempermainkan toketku dengan lembut. “Aku nikmat sekali malam ini, Rud. Kamu luar biasa, bisa membuatku terkapar saking nikmatnya”. Aku kemudian memintanya mencabut kontolnya dari lubang nonokku. Lalu aku telentang dan dia mencium bibirku dengan lembut. Ia seterusnya meneguk kopi yang sudah mulai dingin. Tampak bahwa ia kehausan setelah permainan seks yang indah itu. Dengan masih bertelanjang bulat, aku berjalan ke luar ruangan itu dan sesaat kemudian membawa sebuah lap dan semprotan air untuk membersihkan pejunya dan lendir nonokku yang tumpah di atas sofa. Dia membantu membersihkan noda itu. Setelah itu, ia menuntunku menuju kamar mandi untuk bersama-sama membersihkan diri. Karena kecapaian dan memang sudah cukup malam, kami kemudian memutuskan untuk tidur. Kami tidur dengan bertelanjang bulat, supaya tidak dingin suhu AC kuminimalkan saja. “Aku memang biasa begini, Rud. Rasanya lebih nyaman dan bebas bernapas”, kataku. Diranjang aku memeluknya dan menyandarkan wajahku di dadanya. Dia tersenyum saja saat toketku yang hangat dan lembut terasa bergesekan dengan dadanya.
Esoknya, pagi-pagi sekali HPnya sudah berbunyi. “Siapa, Rud? Pacarmu, ya?” tanyaku. Ia hanya tersenyum dan mengiyakan pertanyaanku. Kemudian aku bangkit dari ranjang. Kemudian ke kamar mandi, pipis. .Sesaat aku keluar dari kamar mandi dan berbisik kepadanya, “Kau tidak ingin mengulang kenikmatan semalam, Rud?” Dia tersenyum, “Sebentar, Sin..”, jawabnya sambil menuju ke kamar mandi, karena ingin kencing. Kami langsung berpagutan lagi, aku sangat bernapsu meladeni ciumannya. Dia mencium bibirku, kemudian lidahnya menjalar menuju ke toketku dan mengulum pentilku. Terus menuju keperut dan menjilati pusarku hingga aku menggelepar menerima rangsangan itu yang terasa nikmat. “Rud, enak sekali..” nafasku terengah2. Lumatan dilanjutkan pada itilku, dijilati, dikulum2, sehingga aku semakin terangsang hebat. Pantatku terangkat supaya lebih dekat lagi kemulutnya. Diapun memainkan lidahnya ke dalam nonokku yang sudah dibukanya sedikit dengan jari. Ketika responsku nampak sudah hampir mencapai puncak, dia menghentikannya. Dia ganti dengan posisi 69. Dia telentang dan minta aku telungkup diatas tubuhnya tapi kepalaku ke arah kontolnya. Dia minta aku untuk kembali menjilati kepala kontolnya lalu mengulum kontolnya keluar masuk mulutku dari atas. Sementara dia menjilati nonok dan itilku lagi dari bawah. Selang beberapa lama kami melakukan pemanasan maka dia berinisiatif untuk menancapkan kontolnya di nonokku. Aku ditelentangkannya, paha kukangkangkan, pantatku diganjal dengan bantal. “Buat apa Rud kok diganjel bantal segala”, tanyaku. “Biar masuknya dalem banget Sin, nanti kamu juga ngerasa enaknya”, jawabnya sambil menelungkup diatasku. Kontol digesek2kan di nonokku yang sudah banyak lendirnya lagi karena itilku dijilati barusan. “Ayo Rud cepat, aku sudah tidak tahan lagi”, pintaku dengan bernafsu. Dengan pelan tapi pasti dia memasukan kontolnya ke nonokku. Aku melenguh sambil merasakan kontolnya yang besar menerobos nonokku. Dia terus menekan2 kontolnya dengan pelan sehingga akhirnya masuk semua. Lalu dia tarik pelan-pelan juga dan dimasukkan lagi sampai mendalam, terasa kontolnya nancep dalem sekali. “Rud enjot yang cepat dong, aku udah mau nyampe ach.. Uch.. Enak Rud”, lenguhku. “Aku juga udah mau ngecret, Sin”, jawabnya. Dengan hitungan detik kami berdua nyampe bersama sambil merapatkan pelukan, terasa nonokku berkedutan meremes2 kontolnya. Lemas dan capai kami berbaring sebentar untuk memulihkan tenaga. Kemudian melakukan aktivitas rutin kembali untuk hari itu.
|
|
|
|
0 komentar
:a :b :c :d :e :f :g :h :i :j :k :l :m :n :o :p :q :r :s :t :u :v :w :x :y :z ;a ;b ;c ;d ;e
(moderator)
Posting Komentar
Artikel Terkait